Tret.. tetet dhrong tretetet dung…… trek – dung - trekdung……dung……dung………dung
Begitulah sayup-sayup terdengar alunan musik etnis Betawi yang lagi mengiringi arak-arakan pengantin sunat di Ciganjur, pinggiran kota Jakarta. Musik khas etnis Betawi lama yang kebanyakan didukung oleh para musisi berusia senja ini melintasi gang-gang sempit dengan semangat baja. Layaknya serdadu yang mau maju perang. Pemandangan macam ini sangat menghibur dan menyenangkan hati orang yang kebetulan menyaksikan deretan kaum akhir (orang – orang tua) yang lagi ngejreng dengan alat musik yang sudah tua pula.
Kendati pun “Tanjidor” disebut musik rakyat Betawi, namun instrumennya menggunakan alat musik modern, terutama alat tiup. Seperti trombhon, piston (comet a piston), tenor, klarinet, as, dilengkapi alat musik tabuh membran, yang biasa disebut tambur atau genderang.
Selaras dengan pergeseran zaman, sebagian besar alat musik yang hingga kini masih digunakan termasuk kategori instrumen yang sudah usang dan cacat. Barang bekas yang sudah pada peyot dan penyok-penyok ini toh masih bisa berbunyi. Kendati suaranya kadang-kadang melenceng ke kanan dan ke kiri alias fals. Saking tuanya, alat musik tersebut sudah ada yang dipatri, dan ada pula yang diikat dengan kawat agar tidak berantakan. Tetapi semua itu tidak mengurangi semangat penabuhnya yang umumnya juga sudah pada lanjut usia.
Sejak dulu memang, Tanjidor tidak banyak memberi janji sehingga pendukungnya dari tahun ke tahun kian menurun. Selain banyak yang sudah meninggal, pendukungnya sekarang sudah pada uzur. Untuk singgah menjadi seniman orkes Tanjidor memang harus punya bakat di bidang musik modern atau ketrampilan itulah yang membuat orang senang menekuni hobinya.
Kendati pun keadaan sudah berubah 180 derajat, namun masih ada beberapa perkumpulan Tanjidor di wilayah Jakarta
Temukan lebih banyak lagi informasi seputar alat musik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar