Selasa, 20 Maret 2012

Nilai Sosiokultural dan Teknologi Dari Arsitektur Rumah Joglo






Arsitektur Rumah – Rumah tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal dan melepas lelah setelah seharian beraktivitas, namun terkadang rumah menjadi sebuah symbol status bagi pemaliknya, hal tersebut tak hanya terjadi pada masyarakat kini , bahkan pada zaman dahulu pun telah berlangsung seperti itu. tak jarang banyak orang yg mendesain tempat tinggalnya senyaman mungkin bahkan tak jarang yg menghabiskan banyak dana tuk membangun arsitektur rumah yg sesuai dgn keinggian dari sang empunya.

Salah satu arsitektur rumah yg bertahan dan menjadi sebuah symbol tersebut adalah arsitektur rumah joglo. Tak sekedar indah dan megah arsitektur rumah joglo pun menyimpan nilai sejarah dan sosiokultural dan dalam perkembangannya arsitektur rumah joglo terbukti tahan agan gempa bumi dan tentunya dalam skala tertentu.

Arisitektur rumah Joglo merupakan hasil dari bangunan utama dari rumah adat Kudus yg berarti soko guru berupa empat tiang utama dgn pengeret tumpang songo (tumpang sembilan) atau tumpang telu (tumpang tiga) di atasnya. Arsitektur rumah joglo yg seperti itu, disamping tuk  penygga struktur utama rumah, namun juga sebagai tumpuan atap rumah agar atap rumah bisa berbentuk pencu.

Dalam arsitektur bangunan rumah joglo, seni arsitektur tak hanya sebagai pemahaman seni konstruksi rumah, juga merupakan refleksi nilai dan norma masyarakat pendukungnya. Kecintaan manusia pada cita rasa keindahan, bahkan sikap religiusitasnya terefleksikan dalam arsitektur rumah dgn gaya ini.
Biasanya Tuk membedakan status sosial pemilik rumah, kehadiran bentangan dan tiang penygga dgn atap bersusun yg biasanya dibiarkan menyerupai warna aslinya menjadi ciri khas dari kehadiran sebuah pendopo dalam rumah dgn gaya ini.

Pada perkembangannya, ternyata arsitektur rumah joglo dipercaya lebih tahan gempa dibanding dgn rumah lainnya,  hal Itu dikarenakan arsitektur rumah joglo memiliki keterkaitan antarstruktur dan materialnya, sambungan antarkayu yg tidak kaku sehingga fleksibel dan mempunyai toleransi tinggi terhadap gempa.
Dalam arsitektur rumah joglo mempunyai soko guru (tiang utama) 4 buah dan 12 buah soko pengarak. Ruang yg dihasilkan melalui keempat soko guru dikenal dengan rong-rongan, yg menjadi struktur inti joglo. Soko-soko guru yang direkatkan oleh balok-balok (blandar-pengeret dan sunduk-kili) dan dihimpun-kakukan dengan susunan kayu yg berbentuk punden berundak terbalik di tepi (tumpangsari) dan menjadi bentuk piramida di tengah (brunjung).

Desain kayu ini bersifat jepit dan menciptakan kekakuan sangat rigid. Soko-soko pengarak di peri-peri dipandang sebagai pendukung struktur inti. Faktor ketiga ialah sistem tumpuan dan sistem sambungan. Sistem tumpuan dalam arsitektur rumah joglo menggunakan umpak yg bersifat sendi. Hal ini tuk mengimbangi perilaku struktur atas yg bersifat jepit.

Sistem sambungannya yg tidak memakai paku, tetapi memakai sistem lidah alur, memungkinkan toleransi terhadap gaya-gaya yg bekerja pada batang-batang kayu. Toleransi ini menimbulkan friksi sehingga bangunan dapat akomodatif menerima gaya-gaya gempa.

Faktor memilih dan menggunakan bahan bangunan dalam pembanguna rumah joglo merupakan faktor keempat. Menggunakan  kayu tuk dinding (gebyok) dan genteng tanah liat tuk atap disebabkan material ini bersifat ringan sehingga relatif tidak terlalu membebani bangunan.


Sumber: deskonstruksi.wordpress.com

Info Terkait:



Tidak ada komentar:

Posting Komentar